Entri Populer

Senin, 28 Juni 2010

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 101/PUU-VII/2009

Keberadaan Peradi pada tahun 2006 pernah diajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan dalil yang dikemukakan oleh Para Pemohon uji materiil, Peradi tidak dapat dilegalisasi sebagai satu-satunya wadah organisasi Advokat. Namun Mahkamah Konstitusi yang saat itu dipimpin oleh Prof. Jimly menyatakan bahwa keberadaan Peradi adalah sah secara hukum sebagai satu-satunya wadah organisasi Advokat. Hal itu juga telah disepakati oleh delapan organisasi Advokat yaitu: AAI, IPHI, SPI, HAPI, AKHI, HKHPM dan APSI guna melaksanakan perintah Undang-Undang Advokat. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Putusannya Nomor 014/PUU-IV/2006 tanggal 30 November 2006.
Ternyata Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, pada hari Rabu tanggal tiga puluh bulan Desember 2009 dengan nomor perkara 101/PUU-VII/2009 seolah dimentahkan. Sebab Mahkamah Konstitusi dengan putusan nomor 101/PUU-VII/2009 telah memberikan keluasaan kepada organisasi Advokat lain yang berkehendak guna mendirikan wadah Advokat. Ini akan terbaca dari perimbangan dan amar putusannya yang menyatakan pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat adalah inkonstitusional. Artinya organisasi Advokat yang telah terbentuk dapat saja berpraktik sebagai Advokat dengan tanpa diambil sumpahnya oleh Pengadilan Tinggi.
Dengan putusan tersebut Mahkamah Konstitusi seolah ambigu, di satu sisi menyatakan Peradi sebagai satu-satunya wadah tunggal organisasi Advokat, namun di sisi lain menyatakan organisasi Advokat tidak saja Peradi melainkan juga KAI, bahkan dimungkinkan muncul wadah organisasi yang lain. Hal ini dikarenakan, wadah organisasi Advokat tersebut dapat lahir secara sah jika telah disetujui oleh seluruh organisasi Advokat yang jumlah delapan organisasi dimaksud.
Secara yuridis jika Putusan Mahkamah Konsitusi tersebut yaitu dengan nomor 101/PUU-VII/2009 adalah tidak tepat. Sebab putusan tersebut hanya mendasarkan kepada persetujuan dari beberapa organisasi Advokat yang menyatakan keluar dan mencabut kesepakat yang telah disetujuinya ketika akan dibentuk Peradi. Pencabutan persetujuan dari beberapa organisasi Advokat guna menolak Peradi yang kemudian mendirikan KAI, sesungguhnya bukan ranah Mahkamah Konstitusi. Sebab perbuatan hukum pencabutan persetujuan dari beberapa organisasi guna mendirikan KAI adalah merupakan ranah hukum perdata. Sehingga keabsahan pencabutan persetujuan berdirinya Peradi dan kesepakatan pendirian KAI harus diuji terlebih dahulu di tingkat peradilan perdata, bukan Mahkamah Konstitusi.
Bilamana di tingkat peradilan perdata, persetujuan pencabutan terhadap berdirinya Peradi dan persetujuan mendirikan KAI dimaksud secara hukum absah. Maka keberadaan pendirian KAI dan penolakan terhadap Peradi sebagai satu-satunya wadah organisasi Advokat dapat diajukan pada Mahkamah Konstitusi.
Dengan demikian Mahkamah Konstitusi dengan putusannya 101/PUU-VII/2009 tersebut adalah melampaui keswenangannya. Secara yuridis putusan tersebut tidak dapat dijadikan pedoman bagi para Advokat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar